Sabtu, 18 Juli 2020

Peluang Ekspor Produk Peternakan Indonesia

Sapi Wagyu Komoditas Pertanian Berpotensi Ekspor
Sapi Wagyu Komoditas Pertanian Berpotensi Ekspor



Negara Indonesia adalah negara yang dianugerahi oleh banyak karunia oleh Allah SWT.diantaranya  sumber daya alam yang melimpah yang mendukung untuk perkembangan dunia peternakan. Faktor kesuburan tanah yang menunjang ketersediaan pangan serta faktor iklim yang tidak ekstrem  merupakan faktor pendukung yang berharga bila dimanfaatkan secara optimal .
. Pada tahun 2018 tercatat nilai ekspor produk peternakan adalah US $ 640,2 Juta. Nilai eskpor ini hanya sedikit meningkat  sebesar US 2,4% dibandingkan tahun 2017 sebesar    US $ 625,1 Juta. Walaupun Ekspor Produk Peternakan di Indonesia setiap tahun menunjukan peningkatan tetapi hanya berkontribusi hanya 0,34% dari nilai ekspor Indonesia secara keseluruhan
Bila dibandingkan dengan kegiatan impor yang mencatat nilai sebesar 3.682.624,13 Juta maka neraca perdagangan produk peternakan Indonesia masih mengalami defisit. Tercatat pada tahun 2018 defisit neraca perdagangan sebesar US $.  3.042.453,62 Juta. Tentu saja hal ini perlu menjadi perhatian bersama agar nilai defisit yang ada dapat diperkecil bahkan bernilai surplus yang berarti kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
.Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan potensi ekspor yang ada. Untuk hewan komoditas primadona ekspor adalah Babi yang mencapai nilai US $.  55,930,14 Juta.  Komoditas ini harus dijaga ditengah badai wabah penyakit African Swine Fever (ASF) sehingga nilai ekonomisnya dapat dipertahankan dan ditingkatkan. Pengoptimalan dapat dilakukan dengan pengetatan Biosecurity yang dapat menjamin babi dan produknya bebas dari ASF yang dapat menjadi nilai tambah bagi babi dan produknya yang berasal dari Indonesia.
 Nilai ekspor yang tertinggi dalam produk peternakan adalah untuk katagori produk yang dapat dimakan yang berasal dari hewan seperti bakso, sosis dll dengan nilai US $.  290.673,07 Juta.  Sedangkan ditempat kedua produk hewan dengan nilai ekspor US $.  157.089,50 Juta.  Data tersebut menunjukan perkembangan industri produk peternakan sudah berada di jalur yang benar, pengoptimalan dapat dilakukan dengan penyediaan bahan baku yang sehat dan berkualitas serta faktor non teknis seperti kemudahan perizinan. Diharapkan hal ini dapat meningkatkan daya saing dari produk peternakan di luar negeri.
 Untuk komoditas obat hewan walaupun mempunyai nilai ekspor hanya US $.  13.126,42 Juta tetapi sangat potensial dikembangkan. Pengoptimalan dilakukan dengan menyediakan sumber daya manusia yang kompetensinya sesuai dengan kebutuhan industri obat hewan selain kemudahan perizinan berusaha.
Langkah Kedua yang dapat diambil adalah melalui perubahan paradigma impor. Seperti pada kegiatan impor sapi,  dimana jumlahnya setiap tahun meningkat. Terakhir pada tahun 2018 jumlah impor sapi adalah senilai US $.  570.846,91 Juta. Kegiatan impor tersebut seluruhnya dipergunakan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi daging sapi yang sebesar 0,469 Kg Per Kapita dengan dilengkapi oleh produksi daging nasional dan importasi daging.
Perubahan paradigm yang dimaksudkan adalah dengan keunggulan yang dimiliki Indonesia dalam ketersediaan pangan sebagai salah satu dasar dalam industri penggemukan sapi.   Diharapkan dengan pengembangan kegiatan pertanian maka limbah yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber pakan untuk peternakan sapi. Selanjutnya limbah peternakan sapi dapat dipergunakan kembali sebagai pupuk untuk menambah unsur hara. Dengan sistem peternakan dan pertanian yang terintegrasi diharapkan turut berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan dengan “zero waste” yang dihasilkan. Selain itu, peningkatan keterlibatan sumber daya manusia dalam indutri terpadu penggemukan sapi ini akan menjadi keuntungan tambahan dari kegiatan ini.
Industri penggemukan terpadu antara peternakan sapi dan pertanian dirasa akan lebih menguntungkan untuk petani dan peternak dibandingkan dengan perbibitan sapi. Hal ini dikarenakan kegiatan perbibitan sapi membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan kegiatan penggemukan sapi. Perbibitan sapi membutuhkan waktu minimal 2 tahun sampai digemukan dan siap panen sedangkan untuk kegiatan penggemukan sapi memerlukan minimal 3 bulan sampai siap panen.  Faktor ekonomi kembali menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan industry penggemukan dibandingkan perbibitan. Dalam industry penggemukan peternak lebih cepat panen dibandingkan industri perbibitan dengan suplay pakan yang sama.
Penggembangan Industri perbibitan hendaknya difokuskan pada pemuliaan sapi asli Indonesia dan pengembangan jenis sapi yang dapat mendukung indutri penggemukan sapi. Selain itu, pengembangan jenis sapi yang menghasilkan daging premium seperti sapi jenis Wagyu tentu saja akan memberikan nilai tambah yang sebanding dengan lama waktu yang dihasilkan.
Dengan konsep pengembangan industri penggemukan ini maka diharapkan kegiatan importasi sapi yang kita lakukan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia tetapi juga dapat berorientasi ekspor kedepannya. Dengan komoditas ekspor produk sapi mulai dari produk hewan seperti daging  sampai turunannya seperti sosis tentu akan memberikan nilai tambah kembali bagi negara Indonesia.  Tentu saja konsep ini dapat ditiru oleh industri produk hewan lainnya seperti susu dalam kemasan.
Langkah Ketiga yang dapat dilakukan adalah dengan cara meningkatkan daya saing produk Indonesia. Hal ini perlu dilakukan ditengah tengah persaingan global dan perdagangan bebas. Jaminan kualitas produk hewan dan dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan dan kemudahan berusaha akan menjadi faktor  pendukung peningkatan daya saing produk kita dibandingkan negara lain. Tentu saja diperlukan komitmen dari semua pihak yang berperan dalam penyediaan produk hewan mulai dari kandang sampai dengan ditangan konsumen.
Jaminan kualitas kualitas produk hewan yang dilalulintaskan dapat ditingkatkan melalui inovasi yang dilakukan produsen juga pembinaan dari instansi terkait misalnya saja Kementerian Pertanian dan Kementerian Perhubungan. Badan Karantina Pertanian juga dapat mengambil peran penting sebagai penjamin kesehatan produk hewan yang dieskpor. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan yang tentunya akan berimbas pada peningkatan daya saing produk Indonesia.
Langkah Keempat yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengoptimalkan pemasaran, promosi dan mencari lokasi baru tujuan ekspor produk peternakan. Dengan capaian lokasi baru tersebut maka diharapkan pasar ekspor kita akan meluas dan tentu meningkatkan nilai ekspor produk peternakan. Langkah ini dapat difasilitasi contohnya oleh Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Luar Negeri.
Langkah Kelima yang tidak kalah pentingnya adalah jaminan keamanan dan kemudahan berusaha dalam bidang produk peternakan. Hal ini sangat penting mengingat investasi dibidang peternakan dan produknya membutuhkan waktu, biaya dan proses yang terkadang membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Dengan adanya jaminan keamanan dan kemudahan berusaha akan timbul minat usaha dan investasi dibidang peternakan dan produknya yang akan menjadi kunci penting dalam upaya peningkatan ekspor produk peternakan.
Walaupun pastinya banyak faktor lain yang dapat dilakukan dalam meningkatkan peluang ekspor produk hewan di Indonesia diharapkan tulisan ini dapat memberikan sudut pandang baru dalam upaya peningkatan ekspor produk hewan. Suatu upaya yang harus dilakukan untuk kemajuan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.


*Sebuah Opini Oleh Riza Taufan Subianto
diikutsertakan dalam Agri Writing Competition 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar