Minggu, 12 Juni 2022

HIdup Bersama Penyakit Mulut dan Kuku, Inovasi Perdagangan ternak dan Produk Ternak

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kembali merebak di Indonesia  di Gresik pada tanggal 28 April 2022 setelah  Tahun 1986 Indonesia dinyatakan bebas PMK melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 260/1986 dan diakui oleh Resolusi OIE no XI tahun 1990.

Menurut Kiatvetindo PMK 2022 untuk mengendalikan PMK terdapat beberapa prinsip dasar diantaranya:

  1. Mencegah kontak antara hewan peka dan virus PMK
  2. Menghentikan produksi virus PMK oleh hewan tertular; dan 
  3. Meningkatkan resistensi/kekebalan hewan peka.

Prinsip ini dapat diterapkan dengan :

  1.  Menghentikan penyebaran infeksi virus melalui tindakan karantina dan pengawasan lalu lintas;
  2. Menghilangkan sumber infeksi dengan pemusnahan hewan tertular dan hewan yang terpapar (stamping out);
  3. Menghilangkan virus PMK dengan dekontaminasi kandang, peralatan, kendaraan dan bahan bahan lainnya yang kemungkinan menularkan penyakit; atau disposal bahan-bahan terkontaminasi; dan
  4. Membentuk kekebalan pada hewan peka dengan vaksinasi.

Pemeriksaan Ternak
Pemeriksaan Ternak

Pengendalian lalulintas sebagai salah satu cara menghentikan penyebaran virus adalah salah satu langkah yang dapat dilakukan ditengah keterbatasan keterbatasn untuk melakukan langkah pengendalian lainnya seperti stamping out dan vaksinasi.

Badan Karantina Pertanian telah mengeluarkan  Surat Edaran Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 14213/KR.120/K/05/2022   Tentang Perubahan Surat Edaran Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 12950/KR.120/K/05/2022  Tentang Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Kejadian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang berisi pengendalian terhadap lalulinta ternak, produk ternak dan media pembawa lain berupa hijauan dan bahan pakan ternak serta pupuk kandang, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:



Matriks Lalu Lintas Hewan Rentan PMK

Untuk lalulintas HRP hanya dapat dilalulintaskan berasal dari daerah bebas, bahkan untuk yang menuju pulau bebas harus berasal dari daerah bebas. Ketentuan ini membuat daerah tidak bebas tidak dapat samasekali melalulintas kan ternak hidupnya sehingga harus melakukan berbagai terobosan terutama bagi daerah yang mempunyai populasi ternak besar.

Terobosan yang dapat dilakukan adalah dengan menghasilkan produk hewan yang mempunyai resiko lebih rendang dibandingkan hewan hidup.

Produk Hewan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Produk Hewan Risiko Tinggi.

Produk Hewan Berisiko Tinggi adalah produk hewan yang berasal dari HRP berupa karkas, daging, jeroan, kepala, buntut, kaki, susu segar, semen, embrio, ovum, wool, kulit mentah, bristle, rambut hewan, tulang, tanduk, kuku, gigi/taring yang belum memenuhi persyaratan teknis dan/atau perlakuan sesuai TAHC OIE chapter 8.8

Matriks Hewan Produk Hewan REsiko Tinggi

Merubah hewan menjadi produk hewan beresiko tidak terlalu merubah banyak ketentuan lalulintas dibandingkan hewan. Perubahan nyata terlihat pada lalulintas produk hewan dari daerah bebas ke daerah tertular tanpa ketentuan sebagai kebutuhan kurban. Oleh sebab itu sebaiknya pemrosesan produk hewan sampai dengan produk hewan yang mempunyai risiko sedang.
2. Produk hewan Resiko Sedang

Produk Hewan risiko sedang berupa daging tanpa tulang dan tanpa limphoglandula, kepala/jeroan/tulang/kaki/ ekor yang telah direbus dalam air mendidih selama minimal 30 menit, kulit mentah garaman, semen, embrio, ovum yang berasal dari HRP yang telah memenuhi persyaratanteknis dan/atau perlakuan sesuai TAHC OIE chapter 8.8

Matriks Produk Hewan Risiko Sedang

  
Membuat produk hewan yang mempunyai risiko sedang merupakan salah satu satu solusi buat daerah yang sudah merah untuk melalulintaskan hewan dan produk hewannya. Dengan merubah hewan menjadi produk hewan beresiko sedang membuat daerah tersebut dapat melalulintaskan produk hewannya menuju ke daerah yang tidak bebas. Tentu saja menghasilkan produk hewan berkatagori sedang memerlukan fasilitas yang dapat mengahasilkan produk hewan bertagori sedang yang sesuai dengan TAHC OIE chapter 8.8. Sebagai contoh, daerah tertular memerlukan fasilitas Rumah Potong Hewan (RPH) yang mempunyai fasilitas untuk melakukan pelayuan dan pelepasan tulang dan limfoglandula.

3. Produk Hewan Berkatagori Rendah 

Produk Hewan Berkatagori Rendah


  1. Produk olahan berasal dari susu (antara lain susu bubuk, es krim, susufermentasi, whey);
  2. produk olahan daging, kulit dan jeroan (antara lain bakso, sosis, kornet,dendeng, kerupuk kulit);
  3. kulit pickled dan kulit jadi (wet blue sampai finished leather);
  4. produk olahan yang berasal dari tanduk/tulang/kuku/taring/wool/bristle/rambut hewan;
  5. Bahan Pakan Asal Hewan (meat and bone meal/MBM, Blood Meal/BM,dll);
  6. Produk Hewan eks-impor yang telah dinyatakan sehat dan dibuktikan dengan sertifikat pelepasan (KH-14). Produk Hewan eks-impor dapat dimasukkan dalam katagori ini apabila tidak diganti kemasan; dan
  7. Produk hewan yang berasal dari hewan tidak rentan PMK

Apabila punya kemampuan daerah dapat merubah hewan hidup menjadi produk hewan berkatagori rendah seperti daftar diatas, sehingga dapat dilalulintaskan baik dari daerah bebas maupun tidak bebas. Tentu saja menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah mengingat dibutuhkan investasi yang tidak sedikit untuk membuat sarana yang mampu menghasilkan produk olahan.

Untuk daerah bebas apalagi pulau bebas bukannya tanpa masalah, apabila tidak mempunyai atau tidak mampu memenuhi kebutuhan protein hewan sendiri maka juga perlu beberapa terobosan beberapa hal yang terpikirkan oleh saya diantaranya:
1. Pembuatan sentra peternakan baru untuk daerah daerah atau pulau yang masih bebas.
2. Diversifikasi pangan protein asal hewani HRP dengan subsitusi dari protein hewani lainnya.
3. Pengetatan Biosecurity ditempat pemasukan orang dari luar untuk menjaga daerah atau pulau tetap bebas.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar